Tanah sepetak yang telah lama dibeli, dan kini terlihat semak dan belukar berpeluk mesra, akar dan bermacam entah apa namanya kayu yang mulai meranggas membuat mata seram untuk memandangnya.
Letaknya berada di Desa Tembeling Kabupaten
Bintan, jika kita menggunakan kendaraan agak 30 menit sampailah kita kepada
tujuan, tanah ni memanglah sepetak, hanya cukup untuk membuat sebuah rumah
ukuran sederhana, tapi saya dan istri saya selalu menyebutnya kebun, ya, kebun hahaha..mungkin
saja jika orang lain melihat sepetak tapak yang kami sebut kebun itu akan
tersenyum dan tertawa, karna memang di daerah Bintan, jika disebut “kebun”,
ukurannya bukan alang-alang maen hektar orang memiliki, itu orang punya saya
punya, ya ini, hehehe.
Dahulu di Kampong ini jugalah, ketika kecil ada
cerita, yang saya masih mempunyai ingatan tentangnya, tempat saya bermain di sabuah
anak sungai, bersama atuk, saya berendam melenakan masa hingga kepetang,
sedangkan atok mengurus kebunnya, ada bermacam pokok buah yang dipelihara atok,
ada duku, rambai, durian, petai, cempedak, dan bermacam buahan yang boleh
menghasilkan wang ia tanam di kebunnya.
Masih menjadi ingatan yang sangat jelas, masa–masa
itu bermain di kebun atok yang sangat sejuk dan menyenangkan, namun ianya kini
hanyalah menjadi kenangan, ya, sabuah kenangan, kebon atok kini dah tak ada,
ianya telahpun berpindah tangan, kepada siapa saya juga tak mengetahuinya, yang
jelas ada kekanda saya mengabarkan bahwa kebun atok telahpun dijual, tiada lagi
tempat indah kecil dulu untuk disinggahi ianya telah menjadi milik orang lain.
Kini ada sepetak kebun yang saya upayakan di
kampung ini, saya bukannya hendak menangguk sedih kerana kebun atok dah langsai,
tetapi jikalau di kenangkan akan hal itu tentulah sebak juga, ye lah, manusie
bukan batu, hahaha.
Hari berkebun saya ini menjadi cinta sedunia,
setidaknya itulah yang ada di hati, sebabnya, keluarga kecil saya, Istri dan
Dua anak saya bersama-sama membersihkan semak dan ilalang yang telah merahajalela
merosakkan mata di kebon ini, apelagi, kami libas sampai tiada lagi yang
tersisa.
Bertambah pula gembira saya bukan kepalang,
istri saya juga leguh legah memungot, membakar dan menjahanamkan sampah sarap
yang betabur, sampai ahirnya bersihlah sepetak kebon kami tu.
0 comments:
Posting Komentar