About

Dunia Jurnalistik

Seputar Liputan.

Dunia Bawah Sadar

Pahami cara Kerja Fikiranmu.

I Will Insert it Later

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 27 November 2023

Senasip

Si Butu Suprafit thun 2003

Pukul 06.15 hujan turun dengan derasnya, rahmat illahi ini turun bersamaan ketika aku bersiap-siap mengeluarkan motor Supra fit tahun 2003, dengan tergopoh-gopoh, si bungsu dan anakku yang kedua bersegera ikut ibunya yang sudah bersiap di sepeda motor Suzuki Sky Wawe warna hitam.

Dengan jas hujan merahnya, tampa menunggu lama, dia tancap gas.

"Adek kesekolah yaah, daaa!"

Anak bungsuku melambaikan tangannya sambil mengintip di balik jas hujan.

Akupun bergegas mengambil mantel bututku, tampa pake lama aku langsung berkendara menerobos hujan yang mulai deras menutupi pandangan.

Suprafit, adalah jenis motor Bebek keluaran Pabrikan Jepang, yang pada zamannya wara-wiri di jalanan tempat kelahiranku, satu ketika dulu, akan sangat membanggakan jika mengendarai kendaraan ini, bahkan bermacam modifikasi, dilakukan pemilik kendaraan, agar bisa terlihat gahar dan trendi mengendarainya.

Sedangkan kini, Suprafit yang ku miliki sudah tak ada lagi body sayapnya, sparboard roda depan sudah tidak bisa di baut hanya ku ikat dengan tali, lampu mati, sadel injakan kaki belakang hilang, cakram garpu depan sudah muntah-muntah oli, Pajak, STNK meninggal, dan jok koyak dibuat mpus latihan jurus cakar, alhasil Suprafit ku dipanggil motor Kebon, motor usang dengan karat lumpur disana sini, memang dipanggil motor kebon di tempatku.

Perlahan tapi pasti ku tembusi hujan yang semakin deras, melewati jembatan dompak, kuat angin berhembus bersama air hujan membuatku harus ekstra hati-hati jika tak ingin tumbang dihembus sang bayu, hehehe..

Sesampainya di Kantor Dinas pendidikan segera aku melakukan presensi kehadiran, dan segera bergerak kembali ke arah keluar Dompak.

Didalam derasnya hujan, mataku melihat sesok orang berdiri di pinggir jalan, menenteng bungkusan plastik, tampa menggunakan sendal, ia berjas hujan wajahnya terlihat separuh baya, itu terlihat jelas dari kumisnya yang mulai memiki dua warna, yaitu hitam dan putih.

"Ada apa pak, Kenapa berdiri di tengah hujan?"

Tanyaku kepada lelaki itu.

"Motor saya rusak pak, mati tiba tiba, sekarang saya tinggalkan di situ,"

Ujarnya sambil menunjuk motornya yang terparkir.

"Saya mau kejar absensi pak ke kantor Gubernur, minta tolong numpang pak,"

Aku tertegun, sejenak teringat motor butut ini barusan saja ganti blok mesin, artinya jika tidak ingin ambrol lagi pistonnya, yang tentu akan menambah biaya setelah untuk kedua kali, si butut ini harus ke bengkel lagi karena ulah mekanik yang tidak bertanggung jawab, oleh karnanya, maka mekanik keduapun berpesan untuk tidak membonceng dua selama kilo meter yang dibutuhkan untuk mesin menjadi langsam.

"Boleh pak?"

Tanya Bapak itu, yang langsung membuyarkan diam, aku iyakan saja.

"Batas presensi hadir tinggal sepuluh menit lagi, ayo pak saya antar,"

Tak ingin kulanjutkan fikiran untuk menolaknya, jelas tak sampai hati ini

Bapak ini segera duduk di belakangku, ya, meski sadel injakan kaki motor ini sudah nggak ada, nampaknya ia bisa memaklumi.

"Saya dari Kijang pak, jam 6 pagi sudah keluar,"

Bapak di belakangku memulai percakapan.

"Oh ya, setiap hari pak?"

Tanyaku, sambil berusaha tetap fokus kejalan yang semakin kabur karna hujan semakin deras.

"Saya honorer pak, sejak tahun 2005, namun sampai kini, tidak juga diangkat jadi PNS, setiap hari saya ke kantor, bawa bekal, dan pulang sore, namun perhatian untuk saya sepertinya semakin kabur,"

Bapak dibelakangku terus bercerita sepanjang perjalanan, aku hanya mengiyakan dan menimpali, dalam hati, ia juga mengatakan perjuangannya bisa sampai ketitik ini, ternyata penuh dengan perjuangan, yang jika saja ada produser yg mau membuatnya jadi sinetron, pasti tidak akan kalah seperti filem India.

Aku gas butut ku yang terdengar ringkih karna rantai belakang memang sudah saatnya minta diganti tapi kupaksakan selagi bisa.

Sekitar sepuluh menit, kamipun sampai di gedung A, Bapak itu turun, sambil mengulurkan tangan berjabat tangan mengucapkan terima kasih..

"Alhamdulillah, terima kasih pak, bapak kerja dimana?"

"Saya honorer di Disdik pak!"

Jawab ku sambil nyengir.

"Masya Allah, kita senasip pak,"

"hahaha,"

Kamipun tertawa bersamaan, bapak yang tak sempat ku tanya namanya ini berlalu meninggalkan ku dengan tersenyum sambil melambaikan tangan.

Aku pun bergegas memulas gas si bututku, berlalu menerobos hujan, memang derasnya semakin menjadi-jadi, dinginpun menusuk tulang, merasa hangat dihati seperti senyum dan tawa bapak itu, Alhamdulillah si bututpun serasa Honda CBR.

"honorer senasip, hahaha!"

"I Love you full Suprafit!'

27/11/23.p07.40dt




Selasa, 21 November 2023

Paku Dulang Paku Serpeh

 "Bang, kamera kemaren itu bukan punya kantor?"

"Bukan bang, punya sekre,"

Udin menjawab pertanyaan Joko, sekenanya, sebenarnya ia malas menjawab, tapi dia jawab juga, meski jawaban itu pendek-pendek.

Saat itu, Joko bersemangat, matanya penuh selidik, dia terus bertanya perihal kamera yang digunakan Udin, dia merasa, janggal, mengapa Udin bisa memakai kamera itu, apa dia diberi atau pinjam saja, tapi karna Udin menjawab sekenanya, dia tak bisa lagi untuk bertanya.

Udin hanya menarik nafas panjang dan dalam, dalam hatinya dia tau, mengapa Joko bertanya seperti itu, tapi Udin juga tidak bisa menuduh, dan hanya menebak dalam hati.

Menurutnya Joko bertanya seperti itu, tentu dia menyangka jika Udin mendapat uang dari kegiatan liputan dari pemakaian kamera itu, padahal tidak ada dia mendapatkan seperti apa yang diduganya, atau pernah juga dia mendengar selentingan Joko mengatakan bahwa Udin sering menggunakan peralatan kantor untuk memperoleh job diluar jam kantor.

masih segar di ingatan Udin, Jika Joko pernah menyisipkan kata "Tukang rusak kamera" bagi dirinya.

Dan jika kamera ada yg rusak, tak pelak, buli tukang rusak kamera itu akan terasa kental dalam setiap bualan dan laporan Joko kepada pihak atasan.

Joko dan Udin memang sama -sama pekerja di sebuah Instansi pemerintah, tapi entah apa yg membuat joko selalu merasa tidak senang dengan Udin, Udin juga belum berjumpa sebab musababnya.

Kini, usai absen pagi sebelum.masuk kantor dia sempatkan duduk di kantin kantornya, kebetulan Joko disitu, tak pelak, pertanyaan yg di khawatirkan Udin keluar juga, dan Udin tau kemana maksud pertanyaannya.

Bergegas udin meninggalkan joko, ia teringat pesan orang bijak, melawan orang bodoh adalah dengan diam, mungkin macam tulah bunyi die, hahaha.

Udin mengangkat gelas teh o yang di pesannya di gerai pak Nasir, meminum sedikit, menarik nafas, dia menunggu bambang, rekan seprofesi dari media lain, tujuannya seperti biasa akan bergerak untuk mencari berita di daerah Bintan, Kabupaten bintan ini agak lumayan jauh dari Tanjungpinang.

Hoi din, lame memunggu?

Bambang menyapa Udin, sambil tangannya memberi kode ke pelayan untuk memesan secangkir kopi.

Eh.. Din, awak tau cerite Joko semalam?

"Tak jawab Udin sekenanya,"

"Semalam kena marah bos dia, ketahuan bawa alat kantor, di pakainya untuk ambil job, besar juga mereka taruh harga. Sampai puluhan juta tuh, "

Bambang bercerita tiba-tiba.

Berdesir darah Udin mendengar ocehan Bambang, bagaimana tidak baru semalam dia di tanya segala macam tetek bengek, perihal kamera, eh, sekarang terbuka kenyataan.

"jadi bagaimana kelanjutannya beng?,"

Udin jadi penasaran, ingin tau lebih

"Ku dengar juga dia kemaren ngerecokin awak pasal kamera ya din, nah sekarang terbukti tuh dia yang main, bawa alat kantor ketauan, kabarnya bakalan di pecat,"

"Ah, sudahlah Benk, jangan mensyukuri kesulitan orang lain, habiskan minum cepat, tumpangan kita dah sampai,"

Udin memintas pembicaraan Bembeng, sebenarnya hatinya lega, tuhan membukakan kenyataan atas kebohongan dan kecurigaan yang di timbulkan joko, meski dia sakit hati, tapi juga tak ingin mensyukuri kesulitan orang lain.

Di mobil tumpangan yang bergerak perlahan ke Bintan, Udin kini paham, bahwa bersangka baik itu lebih baik, karna Tuhan selalu punya cara untuk mebuka keadilan meski kecil sekalipun. Jangan sampai jadi seperti Pantun ini.

"Paku dulang paku Serpeh, ngate orang die yang lebih".

Sabtu, 18 November 2023

Indah Tak Indah

Lelaki itu duduk dengan santai, tangan kanannya memegang rokok dan tangan kirinya memegang gelas yang bersisi minuman keras merk ternama, sesekali ia menghisap rokoknya dalam-dalam sambil matanya menatap ke lantai diskotik, suara dentuman music house yang kencang dan sinar lampu berkedap kedip semakin membuat suasana riuh. 

Hasan duduk disamping kursi pojokan dikotik, matanya tak lepas menatap lelaki yang berpakain bagus itu, jam tangan yang ia kenakan juga terlihat bagus, pastilah harganya sangat mahal, celananya juga bermerk, dengan baju lengan panjang nampak sesuai dan pas penilaian Hasan, jika didepannya sedang duduk seorang lelaki yang kaya.

Tak lepas Hasan memperhatikan gerak-geriknya, dalam hatinya ia kagum dengan penampilan lelaki itu, disebelahnya duduk wanita berparas cantik, tubuhnya langsing, rambutnya terurai sebahu, kulitnya putih hidungnya mancung, ia duduk sambil menggelayutkan lengannya di bahu sang lelaki, sesekali tangannya meraba raba dada sang lelaki.

“Pasti ini orang kaya, hidupnya enak kali, sangat jauh jika dibandingkan dengan diriku, harus bekerja sampingan sebagai pramusaji di sebuah Diskotik malam, gajiku hanya cukup untuk bertahan tidak sampai 10 hari,”

Hasan membatin melihat kemesraan tamu yang terpampang jelas ditempatnya bekerja, kadang juga ia merasa jengah, melihat perempuan dan lelaki berpeluk-peluk dihadapanya tak  jarang seperti lupa diri, berjoget diringi suara dentuman music yang keras, minuman alcohol, asap rokok, namun, bagaimana lagi, Hasan butuh pekerjaan, inilah tempat satu-satunya yang menerima dia bekeja, setelah berpuluh lamaran kerja ia kirimkan ke perusahaaan tidak ada satupun yang berhasil.

“Pelayan, tolong bill,”

Hasan bergegas memberikan bill tagihan pelanggan yang memanggilnya, sempat ia melirik perempuan cantik yang tersenyum melihat dirinya, namun cepat –cepat ia buang pandangan ketempat lain.

Ini mas,”

“Oh Berapa dik,”

“Semuanya Lima belas juta”

Lelaki itu mnegeluarkan kartu kreditnya, dan dengan sigap Hasan langsung mengambil dan membawanya ke kasir, usai transksi, ia segera kembali ke pelanggan tadi.

“Ini dik, buatmu,”

Lelaki itu memegang tangan Hasan dan menyerahkan lembaran kertas, lantas berlalu sambil tersenyum, tentu saja sang wanita disampingnya langsung merangkul tangannya dengan mesra, dn mereka berlalu keluar dari ruangan.

“Terima kasih bapak, silakan datang lagi,”

Ucap Hasan sambil membukakan pintu keluar kepada pelanggan itu. 

Hasan segera membersihkan meja bekas pelanggan tadi, begitu banyaknya minuman bermerk yang dipesan, dengan cepat mejapun bersih dan Hasan kembali ke posisinya menunggu tamu.

Hasan teringat lembaran yang diberi pelanggan tadi, ia merogoh koceknya terasa tebal keras itu dikantongnya, ia bergegas menuju ke toilet lelaki, masuk kedalam, menghidupkan keran air, hasan berpura pura kalau sedang buang air, padahal ia khawatir ada yang melihat apa yang didapatnya dari pelanggan itu.

Hasan Merogoh koceknya matanya terbelalak, ia melihat sekebat uang ratusan ribu, segera dihitungnya, dua puluh lebar, Hasan girang bukan kepalang, biasanya jika ada yang memberi tips, paling juga sepuluh ribu dua puluh ribu atau tak jarang tidak ada sama sekali.

Usai kerja tak lupa Hasan mengajak temannya untuk menikmati secangkir kopi setelah lelah bekerja, memang malam semakin larut, jam tangan yang dikenakan Hasan telah menunjukkan pukul 02.30. wib, namun bagi pekerja malam seperti mereka, malam yang larut itulah sedikit waktu untuk bersantai.

“Enak ya kalau jadi orang kaya,” 

“Enak?”

“Enak gimana, maksudmu?”

Tanya Ali sahabat Hasan sambil meminum teh hangat.

“Tadi Ali, engkau tau, ada kan kau lihat lelaki dengan pakaian necis dan wanita cantik yang minum di station mejaku tadi, kaya kali dia, minumnya aja belasan juta, dan kau tau Ali berapa dia memberiku tips?” 

Hasan terus nyerocos sambil menyantap mie goreng miskin yang dipesannya, sedangkan Ali hanya berdiam mendengarkan.

“Bheh, andai aku bisa sekaya dia, tentunya enak sekali ya li, uang banyak, cewek cantik, ck..ck.ckk,”

Hasan mulai berhayal, ia membayangkan bahwa dialah yang berada disamping gadis cantik tadi, sambil senyum–senyum dia pandangi langit yang semakin gelap, segelap masa depannya, atau mungkin hujan akan segera turun. 

“Sudahlah San, Bayar makannya tu, yok pulang, jangan menghayal tak tentu arah,”

Ali menepuk bahu Hasan untuk segera beranjak, membuyarkan lamunan Hasan, dalam hatinya Ali, dia tersenyum, orang yang dikatakan Hasan dia cukup kenal, namun biarlah temannya itu menghayal untuk menyenangkan hatinya, setidaknya dia masih bisa menghayal tidak hanya merenung dan bersungut tentang nasip.

Malam ini Tamu yang hadir di kelab malam tempat Hasan bekerja cukup ramai, tapi sedari tadi, hasan melihat sekeliling, tak ada kelebat orang yang diharapkannya, sampai malam beranjak menuju dini hari, tamu yang bersantai dan menari mulai berangsur meninggalkan lokasi tempat hiburan. 

Hasan menghampiri Ali yang sibuk membersihkan area mejanya yang berserakan dengan gelas minuman dan makanan ringan, sisa-sisa makanan tamu yang hadir.

“Pulang kita ngopi dulu di Akau Li,”

Sergah Hasan kepada Ali. 

“Oh..bolehlah, kau yang bayar ya, kodong tip nih,”

Ali nyengir sambil cengengesan nunjuk meja yang berserak, memberi tanda kalau post area kerja dia banyak tamu, tapi tidak ada seorangpun yang memberi tiping.

“Ali, tak da kau lihat tamu kaya semalam tu ya, ku tunggu tunggu, dia tak da nampak pulak hari ni,”

 Ali bertanya sambil meminum teh hangat yang baru saja dihantar oleh pedagang Akau, hampir setengah teh itu dia minum, sedangkan Ali agak terkejut mendengar pertanyaan Hasan. 

“Eh…Apa kau tak tau ya siapa orang yang kau cerita tu,”

Ali memandang Hasan dengan tatapan serius. 

“tak, tau li, sepertinya enak kali hidupnya mau aku seperti dia, hahaha.”

“Hahaha” 

Ali membalas tertawa Hasan.

“Eh Hasan orang yang ingin kau contoh itu Aku tau siapa dia, dia itu adalah rampok terbesar, Lanun di Laut, perompak, ada komplotannya, dan wanita yang bersama dengan dia itu adalah wanita panggilan,”

Hasan skarang yang pasang muka serius, dia tak percaya apa yang dikatakana Ali, mungkin Ali hanya mau menakutinya saja. 

Ali menarik nafas dalam, lantas menyerahkan Koran yang dibelinya tadi sore, dan masih di bawanya di kantong belakang celananya.

“Nih, lihat dan baca tu berita,”

Hasan mengambil Koran yang di sodorkan Ali, matanya terbelalak, hampir tak percaya apa yang dilihatnya, Koran terbesar di kotanya itu menulis besar besar berita hari ini, Seorang perompak terkenal ditembak mati karna melawan petugas.

Foto yang di pasang juga adalah pria yang semalam memberinya tip lumayan, dan kini pria itu terpampang dengan pakaian yang sama persis di pakainya semalam, sedangkan foto yang satu lagi adalah foto pria itu sudah di dalam Kantung mayat.

“Alamak,”

Hasan campak Koran itu ke meja, tangannya ia ketukkan dikepala, ternyata pria itu seorang criminal, pantas uangnya banyak pikirnya., Hasan bangun dar kursinya dan bergerak hendak pulang.

“Hehhh, Balek Kita Li, baru nak ngayal dah kena tampar kenyataan, kalo yang Nampak indah itu kadang tidak seindah kenyataannya,”

Tampa bicara lagi Ali seruput minumannya yang setengah itu, sambil bergegas menyusul Hasan yang ngeloyor meninggalkannya.

“Eh san, san, minum belum bayar tu, eh san!

“Hutang dulu bilang sama koko tu,”

Ali tepuk dahi. 

“Alamak,”

 

 

11/10/23 11.21

 

Tarik nafas

Membaca surat edaran itu, Edo menarik nafas dalam, surat yang ditanda tangani pejabat daerah itu ditatapnya, ada persyaratan untuk bebas narkoba, bagi honorer jika ingin diperpanjang kontrak kerjanya.

Edo merogoh koceknya dalam dalam, dia hanya menemukan uang dua ribuan saja, diapun menarik nafas dalam.

"Eh. Bang yusuf, pagi sekali udah di sini,"

Tanya Edo kepada temannya, Yusuf yang memang satu profesi. Mereka sama-sama honorer sebuah Istansi daerah, satu OPD hanya saja lain bidang.

"Buat Suket Narkoba do, lumayan juga biayanya ni do, 270 ribu, mana tgl pertengahan bulan ni, uang udah kandas,"

Yusuf langsung mengeluarkan uneq-unegnya, wajahnya terlihat sedih, menandakan bahwa dia keberatan dengan suket narkoba, yg memang sebelumnya tidak ada diminta tapi, kini dari pihak BKD meminta dan sudah keluar surat edarannya.

Edo menarik nafas dalam kembali, dia bisa  memahami keadaan yusuf, Yusuf hanya honorer biasa yg memang dibidangnya tidak ada kegiatan, dan hanya mengandalkan gaji saja tiap-tiap bulan.

Entah lah..memang jika ada kegiatan lain yang bisa menghasilkan uang tambahan dari honor kegiatan dia memang tak selalu tampak, desas desus kasinya memang hanya milih orang tertentu saja, dan itu bukan yusuf.

Yusuf memang pekerja keras pantang menyerah, disela pekerjaannya, seringkali dia terlihat kerja serabutan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

Kadang jadi tukang cat, tukang gali sumur, potong rumput, juga kadang ojek online.

Namun dengan anak 4 dan rumah yang masih sewa, Yusuf memang pantas disebut petarung kehidupan.

"Aku pinjam uang sama tetangga bang, 300 ribu rupiah, mau gimana lagi, gaji sudah kandas, mengapalah orang atas dan Orang ADA ADA ni bang, senang betul buat kita susah 270 ribu bagi pejabat kecil, tapi bagi saya? Biasanya tak de, ya Allah,"

" Sabarlah bang, semoge murah rezeki ye,"

Edo hanya bisa menyemangati, geli juga hatinya mendengar kata orang ada-ada tu, tapi dia tak mampu lagi untuk berkata, sepertinya keluhannya telah diwakili oleh Yusuf, sekali lagi dia tarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan pelan-pelan hatinya membatin.

"Di mane nak kucari ganti pinjaman tiga ratus ni,"

Subhahannallah.

17.11.23

Kamis, 09 November 2023

Terima Kasih Yaw..

   


 Ahirnya...ada juga yang ngejek bloq ini

Bloq ini memang sudah lama tahun 2016 dibuat, dan memang blog ini saya buat dulu karna repetan mulut seorang teman yang bilang, "Menulislah bang, karna dengan menulis kau akan dikenal," namun meskipun lama, ianya jarang ditandang, sehingga tua dan buruknya semakin lapuk, tidak ada keistimewaan khusus.

Jadi dengan kemampuan menulis pas-pasan, blog gratisan ini saya buat, nggak ada tujuan khusus, saya juga memang bukan penulis handal seperti Sastrawan, atau Seniman-seniman yang sertifikatnya udah bisa dijadikan bantal untuk tidur, atau fotonya udah ada dimana-mana, atau bukunya sudah berderet deret di lemari baca.

Saya juga tak pernah juara baca Puisi, atau manggung dengan mereka yang handal merangkai kata, pandai menyusun syair syahdu yang menusuk khalbu, sehingga kadang  membuat penonton  terpana, atau berdecak kagum sampai berdekah-dekah.

Jadi usah penat-penat bandingkan saya dengan mereka yang Satrawan, Hartawan, dan Dermawan,.. apa lagi dengan mereka yang tinggi mengawan di bukit Cendawan.

Blog EPENDIABIDIN ini tidak ada alasan khusus, apalagi serius

Disini, saya hanya ingin bercerita apa saja, belajar menulis puisi, pantun, atau celoteh keseharian, jikalau tiada ianya memberikan manfaat untuk anda, setidaknya ia boleh membuat kebahagian untuk  saya, dan mereka yang merasa bermanfaat..

Eh..tapi terima kasih tetap saya haturkan kepada Saudara yang Budiman, memang sebenar nasehat itu adakalanya ianya menyakitkan dan pahit sampai ke sulbi, jikalau ia adalah ubat renung akan "DIRI" Tentunya ekhlas dan redha Saya sembahkan.

Selebihnya...saya haturkan selamat singgah di blog gratisan ini, usah meradang akan yang sumbang, Semoga Bahgia slalu menjelang!

Kamis, 02 November 2023

Memecah Karang Dunia


"Awang, Bapak sudah tak mampu biayai sekolah mu,  engkau berhenti saja lah sekolah!

 Bagai Petir kabar itu di telinga Awang, lidah terasa pahit, mulutnya pun kaku, tak sepatah pun kata yang mampu keluar lagi, ia tatap wajah letih ayahndanya, dengan langkah gontai, Awang berjalan meninggalkan ayahnya yang duduk di teras rumah berdinding papan itu.

Rumah papan itu kembali ramai,  setelah setahun kepergian ibundanya, ayahnya menikah lagi, Awang senang, karna ibu tirinya juga membawa tiga anaknya, yang kini menjadi saudaranya, otomatis dia dapat saudara lagi, namun beban ayahnya juga bertambah.

Awang memangku tangannya, matanya menatap pepohonan yang diam tak bergerak, tidak ada angin bertiup semua hening, seperti hatinya yang terasa kaku, mungkin sama persis seperti kayu, batu atau apalah, dia sendiri pun tak tau, ia ingin menangis,  tapi matanya hanya mampu menunduk menatap kerikil Bouksit yang berserakan di kakinya. 

Fikirannya melayang, terbayang, di benak Awang, mau jadi apa nanti? Aku ingin sekolah, ingin punya teman, jika tidak sekolah akan jadi apa nantinya, ia tak ingin mengikuti jejak ayahnya menjadi tukang becak barang selamanya, ia ingin merubah nasip, menurutnya bangku sekolah adalah pintu untuk itu.

Abang Awang mengikut jejak ayahnya menjadi penarik becak barang di pasar, kakak, dan adik Awang semua telah berhenti sekolah, di karenakan tak ada lagi biaya sekolah,  dan kini nampaknya Awang pun akan mengubur semua mimpinya untuk memakai seragam sekolah, belajar 

Ayah Awang hanyalah  seorang pembawa becak barang di pasar, dan harus menghidupi delapan anak,  setiap hari sesudah subuh ayah Awang sudah harus berangkat mencari rezeki, sore hari menjadi penyapu sampah di pasar dan baru pulang setelah mentari menghilang berganti bintang. 

"Nak kemana wang?"

Tanya  sudin, sambil menahan senyum, melihat awang berjalan dengan sendal yang lain sebelah, geli juga hatinya melihat temannya macam katon-katon, tapi sebisanya dia menahan, karna Awang terlihat sedang murung.

"Nak kepasar lah din,  aku nak cari kerje, bapak aku dah tak sanggup nak sekolah kan aku lagi lah din,"

jawab Awang sambil memandang kebawah, tanah yang di pijaknya terasa lembek, selembek hatinya kini, ia tak ingin Udin melihat kesedihan di wajahnya, meski mustahil menyembunyikan. 

Udin hanya bisa terdiam, bolak balik matanya memandang Awang, wajahnya pun langsung menunduk.

"Nak kerje?,  biar betul, kerje ape yang bise engkau buat wang, engkau tu bebudak kecik, baru 8 tahun umo engkau, dah lah kecik, pendek pulak, kerje ape yang nak dicari, 

Kata sudin sambil menyungging senyum getir di bibirnya.

"Keje ape je lah wang, yang penting aku bisa untuk bayar duet sekolah ku," Kate awang sambil berlalu,”

Meninggalkan Sudin mengange sambil menggaruk kepale yang tak gatal.

Hari itu, Awang bangun pagi sekali, ia berjalan kaki, tujuannya kini hanya satu, ke pasar rakyat, ia ikuti kata hatinya ia tetap harus sekolah, entah apa yang harus di lakukan, memang masih tidak jelas, harap-harap mungkin ada sesuatu yg bisa ia lakukan untuk mendapatkan uang disana.

 Tampa sadar Awang melewati jalan depan sekolahnya hatinya nanar, melihat anak-anak sebaya dengan siul gembira dan baju seragam putih bersihnya bercengkerama menuju sekolah, ia percepat langkah kaki yang berbalut sendal lain sebelah itu, agar tidak terlihat oleh temannya.

Awangppun sampai di Pasar rakyat, pasar ini jika berjalan kaki dari rumahnya hanya 30 menit, orang menyebutnya Pasar Baru, Pasar Tua di Tanjungpinang, kini yang Awang lihat adalah pasar becek, dengan bau amis dan aroma yang menyengat, banyak pedagang yang meletakkan dagangan di pinggir jalan sempit begitu saja, Awang bingung, mau ngapaian, dia hanya duduk disamping bak sampah besar, sambil melihat orang yang lalu lalang, rasanya seperti sebutir kelapa yang hanyut di tengah lautan.

Ada anak lelaki tegap  memikul sayuran, melewati Awang yang sedang termenung, dari wajahnya bisa ditebak dia anak remaja belasan tahun, berjalan tertatih karna beban berat yang ia bawa, perlahan tapi pasti sayuran satu karung besar dan kentang ia panggul di kedua bahunya.

"Bos, ini barangnya sudah sampai, bagaimana ongkosnya," 

Ucap anak lelaki tegap itu kepada seseorang pemilik kios, pria pemilik kios cepat -cepat mengeluarkan lembaran uang lantas menyerahkannya kepada anak lelaki tegap yang langsung pergi dengan senyum sangarnya.

Melihat ini timbul semangat Awang, mungkin ini petunjuk tuhan pikirnya, ia memang tak punya apa-apa dan tak tau apa-apa, tapi ada tulang empat keratnya, ini modal Awang berniat memakainya.

"Ko boleh saya bantu bersihkan sampah yang berserakan ini,"?

"hah? Lu mau bersihin sampah?”

"Iya Ko, mau”

"Yah, bersihinlah,”

Jawab koko pemilik toko sambil sedikit kebingungan melihat anak kecil dekil, dengan sendal jepit yang bergegas kegirangan mengambil sapu di sudut kiosnya, hatinya tak sampai hati, mulutnya tak bisa berkata tidak, hanya menatap kegembiraan si budak, yang bersegera menyapu di kios ikan dan sayurnya, pandangan selidiknya tak dapat ia hindari, karna tidak tau siapa anak kecil ini.

Usai membersihkan sampah dan tulang ikan sisa jualan kios, koko penjual mengambil ember jualan isi uang recehnya, ia berikan 1.500 rupiah, jelas ia melihat berbinar mata si bocah karna gembira.

"Eh, Lu kalau mau kerja besok tiap sore lu datang aja ya, bantu bersih kios, nanti gua kasi seribu lima ratus rupiah, kalau ada untong wa kasi lebih lu mau?”

"Mau ko,”

Jawab Awang sambil bersorak dalam hatinya, uang seribu lima ratus sudah di tangan, kini ia punya penghasilan, di saat ini dengan lima ratus rupiah ia bisa membayar uang sekolahnya, hati Awang berbunga, usahanya tidak sia -sia dan Tuhan mendengar doanya. Tak lupa mengucapkan terima kasih berkali-kali, Awang bergegas pulang menyusuri gang pelantar yang sepi, karna pedagang telah pulang dan menutup kios.

"Kurang ajar! berani ko ganggu lapak kuu ya,"

Remaja kekar menghadang Awang, dengan cepat tangannya mencekik, Awang kesulitan bernafas, ia ingin berontak tapi tangan itu kuat sekali, ia hanya bisa meringgis sambil menahan sesak.

"Pergi ko, jangan ganggu lapak sini, ini tempat ku, kupatahkan lehermu nanti,”

Remaja kekar yang tadi memanggul sayur dan kentang memaki Awang, sambil mengancam, ia pukulkan tangannya ke wajah Awang, Awang pun tersungkur, dan wajahnya yang kecil terlihat mengucur darah segar di sudut bibir, Awang hanya terdiam dan tertegun, menahan Sakit.

Tapi Hatinya lebih sakit, ia tak terima di perlakukan semena-mena, ia merasa tidak membuat kesalahan, hanya membantu pemilik toko bersih-bersih, dan sudah ijin sama pemilik toko, kenapa ia di pukul, ia tak tau pasar adalah dunia berbeda dengan dunia bermain lapangan hutan seberang rumahnya.

"Apa salahku bang, aku hanya menyapu took?,

"Kau tanya salah lagi, pokoknya jangan kau ganggu lapak ku, kalau kau ganggu ku pecahkan kepalamu!

Suara remaja kekar semakin meninggi.

Awang Kesakitan karna di pukul, tapi berusaha berfikir, dan membatin, jika kulawan aku tak mampu, tapi ini peluangku untuk bisa sekolah dan aku tak akan membiarkannya berlalu, ini kesempatanku, bathin Awang berontak, sakit di bibirny serasa mengebas tidak ia rasakan meski darah masih mengucur.

"Aku tak mengganggu mu bang, juga tidak mengambil lapakmu, aku tidak tau di sini ada lapak, yang kutahu, aku ijin sama pemilik toko," 

Jawab Awang dengan suara tak kalah tinggi.

Remaja kekar semakin geram melihat Awang tak bergeming, ia bergerak menjambak rambut Awang dengan sekali sentakan, awang terpelanting, lalu di susul dengan pukulan di perut dan tendangan yang mendarat di kepala.

Awang terkapar, perut dan kepalannya serasa mau pecah, sakit itu tak tertahan olehnya, tapi hatinya berkata tidak, ia terima sakit itu, sambil berteriak menahan sakit, Awang bangun dan meloncat, menerkam, bak se ekor kucing marah, mencakar dan memiting kepala si remaja kekar.

 Tak menyangka di serang, si remaja kekar lengah, "Pletaak"..sebuah hantaman kayu yang di pungut awang mengenai kepalanya, iapun sempoyongan, Awang kembali teriak dan menerkam, kali ini baju remaja kekar jadi sasaran, koyak berkecai di cakar Awang, mukanya juga jadi sasaran, dalam kondisi marah Awang ingat selangkah dua langkah petua Atok ketika bermaen silat, dengan ala jurus kuceng meragot ikan asin, Awang menyerang sekuat tenaga, pokoknya cakar, guling dan cakar.

Merasa kesakitan, remaja kekar buru-buru lari meninggalkan Awang yang sedang marah bak kucing kecil terluka, remaja kekar berlari meninggalkan Awang dengan jurus Kucingnya.

Sementara, susana yang sepi mulai ramai, karna pedagang yang akan pulang mulai berdatangan melihat perkelahian.

"Awang, Kamu kenapa wang,"? suara kecil menegur Awang, Awang menoleh melihat Sudin dan Ibunya menenteng sayur, rupanya ia dan ibunya sedang berbelanja dan tak sengaja melihat Awang berkelahi. 

"Din, Aku bisa sekolah din, aku sudah dapat kerja, bantu koko, menyapu di kiosnya," ujar Awang sambil merogoh kantong menunjukkan uang yang ia peroleh.

"Astafirullah, ternyata kau serius wang, sampai begini kau wang, ya Allah, sudahlah mari pulang,"

Sudin mengangkat tangan Awang dan menyeka luka di bibir, sementara ibunya hanya bisa terdiam melihat anak tetangganya, berdarah, terluka, ia tak kuasa berkata, hanya bisa memapah Awang tuk berdiri.

Awang berdiri dengan susah payah , tertatih berjalan pulang, tapi hatinya gembira, dia telah melawan penindasan meski harus babak belur, ia tak kan mundur, niatnya untuk terus sekolah sudah tak terbendung.

"Trima kasih din, mari kita pulang, terima kasih makcik."

 

"Plaaak...tiba tiba terdengar suara keras di kepala Awang, sepotong kayu menghantam kepalanya, ia tak sempat menghindar, ketika dari arah belakang, si remaja kekar muncul tiba-tiba, menghantam kepalanya dengan balok kayu yang dibawa, ternyata si remaja kekar masih dendam, dan ia kembali lagi untuk menghajar awang, setelah memukul, dia langsung tancap langkah seribu, dan semuanya terjadi begitu cepat.

Awang memegang kepalanya ia tiba - tiba pusing, dan sekelilingnya berubah gelap, hanya suara Udin yang ia dengar dan suara ibunya yang berteriak histeris namun pelan-pelan menghilang.

"Wang kepalamu berdarah wang, Awang ya Allah....Awaang.

Awang tak lagi mendengar, matanya gelap, Sakit di kepalanya juga tak terasa, ia tumbang, ya.. tumbang, tubuh kecil itu tumbang, Seperti potongan karang yang patah, uang seribu lima ratus tercampak dari kantong celana, luruh bersama tubuh, Awang mencoba melawan karang Dunia, tangan rapuh, apalagi tengkorak kepalanya.

 

 

1/11/2023.15.16

Panduan Singkat Tentang Cara Menulis Berita Online


Wawancara Sastrawan Tanjungpinang Yoan R Nugraha

Judul yang Menarik:

Judul adalah kunci untuk menarik perhatian pembaca. Buat judul yang singkat, jelas, dan menggambarkan inti berita. Hindari judul yang terlalu panjang atau ambigu.

Pemahaman Penuh Terhadap Berita:

Sebelum mulai menulis, pastikan Anda benar-benar memahami berita yang akan Anda sampaikan. Carilah sumber berita yang dapat diandalkan dan cek fakta-faktanya.

Struktur Piramida Terbalik:

Tulis berita Anda dengan struktur piramida terbalik, yaitu informasi paling penting terletak di awal paragraf pertama (lead), diikuti oleh informasi yang semakin detail pada paragraf-paragraf berikutnya. Ini memungkinkan pembaca untuk mendapatkan gambaran singkat dari berita, bahkan jika mereka tidak membaca seluruh artikel.

Liputan Di Kapal Angkatan Laut Anaconda Tg Uban


Gunakan Gaya Bahasa yang Jelas dan Sederhana:

Hindari penggunaan bahasa yang rumit dan kalimat yang panjang. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh sebagian besar pembaca.

Gunakan Kutipan dan Sumber:

Ketika Anda mengutip seseorang atau mengambil informasi dari sumber tertentu, pastikan untuk memberikan atribusi yang jelas dan mengikuti etika jurnalistik.

Tambahkan Gambar atau Grafik:

Jika memungkinkan, sertakan gambar atau grafik yang relevan untuk mengilustrasikan berita Anda. Ini dapat membuat berita lebih menarik dan informatif.

Wawancara Pak Wamen Waktu masih KCSTV 

Optimalkan untuk SEO:

Untuk meningkatkan visibilitas berita Anda di mesin pencari, gunakan kata kunci yang relevan dan optimalkan meta deskripsi. Namun, jangan berlebihan dalam penggunaan kata kunci.

Gunakan Paragraf Pendek:

Pecah teks Anda menjadi paragraf yang pendek untuk memudahkan pembaca dalam membaca. Setiap paragraf sebaiknya hanya berisi satu ide utama.

Periksa Tatabahasa dan Ejaan:

Pastikan Anda mengoreksi tatabahasa dan ejaan sebelum mempublikasikan berita. Kesalahan tatabahasa dan ejaan dapat mengurangi kredibilitas berita Anda.


Perbarui Berita Jika Diperlukan:

Jika ada perkembangan atau perubahan dalam berita yang Anda tulis, pastikan untuk memperbarui berita Anda agar tetap relevan.

Promosikan di Media Sosial:

Setelah Anda mempublikasikan berita, bagikan tautan ke berita tersebut di media sosial Anda untuk meningkatkan jangkauan dan pembaca.

Evaluasi dan Pelajari dari Hasil:

Setelah berita dipublikasikan, evaluasi kinerjanya. Pelajari apa yang berfungsi dan apa yang tidak, lalu gunakan informasi ini untuk meningkatkan kemampuan menulis berita online Anda.

Ingatlah bahwa menulis berita online adalah keterampilan yang dapat dikembangkan seiring waktu. Semakin Anda berlatih, semakin baik Anda akan menjadi dalam menyampaikan berita secara efektif kepada pembaca online.

Liputan sambil Seminar jurnalistik utnuk anak Pramuka heheheh

Saat meliput sebuah berita, sangat penting untuk mengumpulkan informasi yang lengkap dan relevan agar editor dapat dengan mudah merangkai berita. Berikut adalah beberapa bahan yang sebaiknya diambil ketika Anda sedang meliput:

Lead atau Poin Utama: Pastikan Anda memiliki informasi dasar berita, seperti siapa, apa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana. Ini adalah inti berita yang harus disampaikan dalam paragraf pembuka.

Who, What, When, Where, Why, How (5W+1H):

Pastikan untuk mendapatkan informasi lengkap tentang siapa (who), apa (what), kapan (when), di mana (where), mengapa (why), dan bagaimana (how) peristiwa terjadi. Ini adalah inti dari berita dan harus dijelaskan dengan jelas.

Kutipan: Wawancara dengan sumber-sumber terkait atau orang yang terlibat dalam berita. Kutipan langsung dari sumber dapat memberikan perspektif yang kuat dan asli dalam berita.

Data dan Fakta: Cari data atau statistik yang mendukung atau mengilustrasikan berita Anda. Misalnya, jika Anda melaporkan tentang peningkatan angka pengangguran, data resmi dapat memberikan kekuatan pada cerita Anda.

Latar Belakang: Berikan latar belakang atau konteks yang relevan tentang topik berita. Pembaca mungkin membutuhkan pemahaman lebih lanjut untuk mengikuti cerita.

Sumber Daya Visual: Ambil foto atau rekam video yang sesuai dengan berita yang di ambil, rekam vidio atau audio dari inti informasi yang di suguhkan sebagai bahan untuk penulisan.