Pukul 06.15 hujan turun dengan derasnya, rahmat illahi ini turun bersamaan ketika aku bersiap-siap mengeluarkan motor Supra fit tahun 2003, dengan tergopoh-gopoh, si bungsu dan anakku yang kedua bersegera ikut ibunya yang sudah bersiap di sepeda motor Suzuki Sky Wawe warna hitam.
Dengan jas hujan merahnya, tampa menunggu lama, dia tancap gas.
"Adek kesekolah yaah, daaa!"
Anak bungsuku melambaikan tangannya sambil mengintip di balik jas hujan.
Akupun bergegas mengambil mantel bututku, tampa pake lama aku langsung berkendara menerobos hujan yang mulai deras menutupi pandangan.
Suprafit, adalah jenis motor Bebek keluaran Pabrikan Jepang, yang pada zamannya wara-wiri di jalanan tempat kelahiranku, satu ketika dulu, akan sangat membanggakan jika mengendarai kendaraan ini, bahkan bermacam modifikasi, dilakukan pemilik kendaraan, agar bisa terlihat gahar dan trendi mengendarainya.
Sedangkan kini, Suprafit yang ku miliki sudah tak ada lagi body sayapnya, sparboard roda depan sudah tidak bisa di baut hanya ku ikat dengan tali, lampu mati, sadel injakan kaki belakang hilang, cakram garpu depan sudah muntah-muntah oli, Pajak, STNK meninggal, dan jok koyak dibuat mpus latihan jurus cakar, alhasil Suprafit ku dipanggil motor Kebon, motor usang dengan karat lumpur disana sini, memang dipanggil motor kebon di tempatku.
Perlahan tapi pasti ku tembusi hujan yang semakin deras, melewati jembatan dompak, kuat angin berhembus bersama air hujan membuatku harus ekstra hati-hati jika tak ingin tumbang dihembus sang bayu, hehehe..
Sesampainya di Kantor Dinas pendidikan segera aku melakukan presensi kehadiran, dan segera bergerak kembali ke arah keluar Dompak.
Didalam derasnya hujan, mataku melihat sesok orang berdiri di pinggir jalan, menenteng bungkusan plastik, tampa menggunakan sendal, ia berjas hujan wajahnya terlihat separuh baya, itu terlihat jelas dari kumisnya yang mulai memiki dua warna, yaitu hitam dan putih.
"Ada apa pak, Kenapa berdiri di tengah hujan?"
Tanyaku kepada lelaki itu.
"Motor saya rusak pak, mati tiba tiba, sekarang saya tinggalkan di situ,"
Ujarnya sambil menunjuk motornya yang terparkir.
"Saya mau kejar absensi pak ke kantor Gubernur, minta tolong numpang pak,"
Aku tertegun, sejenak teringat motor butut ini barusan saja ganti blok mesin, artinya jika tidak ingin ambrol lagi pistonnya, yang tentu akan menambah biaya setelah untuk kedua kali, si butut ini harus ke bengkel lagi karena ulah mekanik yang tidak bertanggung jawab, oleh karnanya, maka mekanik keduapun berpesan untuk tidak membonceng dua selama kilo meter yang dibutuhkan untuk mesin menjadi langsam.
"Boleh pak?"
Tanya Bapak itu, yang langsung membuyarkan diam, aku iyakan saja.
"Batas presensi hadir tinggal sepuluh menit lagi, ayo pak saya antar,"
Tak ingin kulanjutkan fikiran untuk menolaknya, jelas tak sampai hati ini
Bapak ini segera duduk di belakangku, ya, meski sadel injakan kaki motor ini sudah nggak ada, nampaknya ia bisa memaklumi.
"Saya dari Kijang pak, jam 6 pagi sudah keluar,"
Bapak di belakangku memulai percakapan.
"Oh ya, setiap hari pak?"
Tanyaku, sambil berusaha tetap fokus kejalan yang semakin kabur karna hujan semakin deras.
"Saya honorer pak, sejak tahun 2005, namun sampai kini, tidak juga diangkat jadi PNS, setiap hari saya ke kantor, bawa bekal, dan pulang sore, namun perhatian untuk saya sepertinya semakin kabur,"
Bapak dibelakangku terus bercerita sepanjang perjalanan, aku hanya mengiyakan dan menimpali, dalam hati, ia juga mengatakan perjuangannya bisa sampai ketitik ini, ternyata penuh dengan perjuangan, yang jika saja ada produser yg mau membuatnya jadi sinetron, pasti tidak akan kalah seperti filem India.
Aku gas butut ku yang terdengar ringkih karna rantai belakang memang sudah saatnya minta diganti tapi kupaksakan selagi bisa.
Sekitar sepuluh menit, kamipun sampai di gedung A, Bapak itu turun, sambil mengulurkan tangan berjabat tangan mengucapkan terima kasih..
"Alhamdulillah, terima kasih pak, bapak kerja dimana?"
"Saya honorer di Disdik pak!"
Jawab ku sambil nyengir.
"Masya Allah, kita senasip pak,"
"hahaha,"
Kamipun tertawa bersamaan, bapak yang tak sempat ku tanya namanya ini berlalu meninggalkan ku dengan tersenyum sambil melambaikan tangan.
Aku pun bergegas memulas gas si bututku, berlalu menerobos hujan, memang derasnya semakin menjadi-jadi, dinginpun menusuk tulang, merasa hangat dihati seperti senyum dan tawa bapak itu, Alhamdulillah si bututpun serasa Honda CBR.
"honorer senasip, hahaha!"
"I Love you full Suprafit!'
27/11/23.p07.40dt
0 comments:
Posting Komentar