Lelaki itu duduk dengan santai, tangan kanannya memegang rokok dan tangan kirinya memegang gelas yang bersisi minuman keras merk ternama, sesekali ia menghisap rokoknya dalam-dalam sambil matanya menatap ke lantai diskotik, suara dentuman music house yang kencang dan sinar lampu berkedap kedip semakin membuat suasana riuh.
Hasan duduk disamping kursi pojokan dikotik, matanya tak lepas menatap lelaki yang berpakain bagus itu, jam tangan yang ia kenakan juga terlihat bagus, pastilah harganya sangat mahal, celananya juga bermerk, dengan baju lengan panjang nampak sesuai dan pas penilaian Hasan, jika didepannya sedang duduk seorang lelaki yang kaya.
Tak lepas Hasan memperhatikan gerak-geriknya, dalam hatinya ia kagum dengan penampilan lelaki itu, disebelahnya duduk wanita berparas cantik, tubuhnya langsing, rambutnya terurai sebahu, kulitnya putih hidungnya mancung, ia duduk sambil menggelayutkan lengannya di bahu sang lelaki, sesekali tangannya meraba raba dada sang lelaki.
“Pasti ini orang kaya, hidupnya enak kali, sangat jauh jika dibandingkan dengan diriku, harus bekerja sampingan sebagai pramusaji di sebuah Diskotik malam, gajiku hanya cukup untuk bertahan tidak sampai 10 hari,”
Hasan membatin melihat kemesraan tamu yang terpampang jelas ditempatnya bekerja, kadang juga ia merasa jengah, melihat perempuan dan lelaki berpeluk-peluk dihadapanya tak jarang seperti lupa diri, berjoget diringi suara dentuman music yang keras, minuman alcohol, asap rokok, namun, bagaimana lagi, Hasan butuh pekerjaan, inilah tempat satu-satunya yang menerima dia bekeja, setelah berpuluh lamaran kerja ia kirimkan ke perusahaaan tidak ada satupun yang berhasil.
“Pelayan, tolong bill,”
Hasan bergegas memberikan bill tagihan pelanggan yang memanggilnya, sempat ia melirik perempuan cantik yang tersenyum melihat dirinya, namun cepat –cepat ia buang pandangan ketempat lain.
“Ini mas,”
“Oh Berapa dik,”
“Semuanya Lima belas juta”
Lelaki itu mnegeluarkan kartu kreditnya, dan dengan sigap Hasan langsung mengambil dan membawanya ke kasir, usai transksi, ia segera kembali ke pelanggan tadi.
“Ini dik, buatmu,”
Lelaki itu memegang tangan Hasan dan menyerahkan lembaran kertas, lantas berlalu sambil tersenyum, tentu saja sang wanita disampingnya langsung merangkul tangannya dengan mesra, dn mereka berlalu keluar dari ruangan.
“Terima kasih bapak, silakan datang lagi,”
Ucap Hasan sambil membukakan pintu keluar kepada pelanggan itu.
Hasan segera membersihkan meja bekas pelanggan tadi, begitu banyaknya minuman bermerk yang dipesan, dengan cepat mejapun bersih dan Hasan kembali ke posisinya menunggu tamu.
Hasan teringat lembaran yang diberi pelanggan tadi, ia merogoh koceknya terasa tebal keras itu dikantongnya, ia bergegas menuju ke toilet lelaki, masuk kedalam, menghidupkan keran air, hasan berpura pura kalau sedang buang air, padahal ia khawatir ada yang melihat apa yang didapatnya dari pelanggan itu.
Hasan Merogoh koceknya matanya terbelalak, ia melihat sekebat uang ratusan ribu, segera dihitungnya, dua puluh lebar, Hasan girang bukan kepalang, biasanya jika ada yang memberi tips, paling juga sepuluh ribu dua puluh ribu atau tak jarang tidak ada sama sekali.
Usai kerja tak lupa Hasan mengajak temannya untuk menikmati secangkir kopi setelah lelah bekerja, memang malam semakin larut, jam tangan yang dikenakan Hasan telah menunjukkan pukul 02.30. wib, namun bagi pekerja malam seperti mereka, malam yang larut itulah sedikit waktu untuk bersantai.
“Enak ya kalau jadi orang kaya,”
“Enak?”
“Enak gimana, maksudmu?”
Tanya Ali sahabat Hasan sambil meminum teh hangat.
“Tadi Ali, engkau tau, ada kan kau lihat lelaki dengan pakaian necis dan wanita cantik yang minum di station mejaku tadi, kaya kali dia, minumnya aja belasan juta, dan kau tau Ali berapa dia memberiku tips?”
Hasan terus nyerocos sambil menyantap mie goreng miskin yang dipesannya, sedangkan Ali hanya berdiam mendengarkan.
“Bheh, andai aku bisa sekaya dia, tentunya enak sekali ya li, uang banyak, cewek cantik, ck..ck.ckk,”
Hasan mulai berhayal, ia membayangkan bahwa dialah yang berada disamping gadis cantik tadi, sambil senyum–senyum dia pandangi langit yang semakin gelap, segelap masa depannya, atau mungkin hujan akan segera turun.
“Sudahlah San, Bayar makannya tu, yok pulang, jangan menghayal tak tentu arah,”
Ali menepuk bahu Hasan untuk segera beranjak, membuyarkan lamunan Hasan, dalam hatinya Ali, dia tersenyum, orang yang dikatakan Hasan dia cukup kenal, namun biarlah temannya itu menghayal untuk menyenangkan hatinya, setidaknya dia masih bisa menghayal tidak hanya merenung dan bersungut tentang nasip.
Malam ini Tamu yang hadir di kelab malam tempat Hasan bekerja cukup ramai, tapi sedari tadi, hasan melihat sekeliling, tak ada kelebat orang yang diharapkannya, sampai malam beranjak menuju dini hari, tamu yang bersantai dan menari mulai berangsur meninggalkan lokasi tempat hiburan.
Hasan menghampiri Ali yang sibuk membersihkan area mejanya yang berserakan dengan gelas minuman dan makanan ringan, sisa-sisa makanan tamu yang hadir.
“Pulang kita ngopi dulu di Akau Li,”
Sergah Hasan kepada Ali.
“Oh..bolehlah, kau yang bayar ya, kodong tip nih,”
Ali nyengir sambil cengengesan nunjuk meja yang berserak, memberi tanda kalau post area kerja dia banyak tamu, tapi tidak ada seorangpun yang memberi tiping.
“Ali, tak da kau lihat tamu kaya
semalam tu ya, ku tunggu tunggu, dia tak da nampak pulak hari ni,”
“Eh…Apa kau tak tau ya siapa orang yang kau cerita tu,”
Ali memandang Hasan dengan tatapan serius.
“tak, tau li, sepertinya enak kali hidupnya mau aku seperti dia, hahaha.”
“Hahaha”
Ali membalas tertawa Hasan.
“Eh Hasan orang yang ingin kau
contoh itu Aku tau siapa dia, dia itu adalah rampok terbesar, Lanun di Laut,
perompak, ada komplotannya, dan wanita yang bersama dengan dia itu adalah
wanita panggilan,”
Hasan skarang yang pasang muka serius, dia tak percaya apa yang dikatakana Ali, mungkin Ali hanya mau menakutinya saja.
Ali menarik nafas dalam, lantas menyerahkan Koran yang dibelinya tadi sore, dan masih di bawanya di kantong belakang celananya.
“Nih, lihat dan baca tu berita,”
Hasan mengambil Koran yang di sodorkan Ali, matanya terbelalak, hampir tak percaya apa yang dilihatnya, Koran terbesar di kotanya itu menulis besar besar berita hari ini, Seorang perompak terkenal ditembak mati karna melawan petugas.
Foto yang di pasang juga adalah pria yang semalam memberinya tip lumayan, dan kini pria itu terpampang dengan pakaian yang sama persis di pakainya semalam, sedangkan foto yang satu lagi adalah foto pria itu sudah di dalam Kantung mayat.
“Alamak,”
Hasan campak Koran itu ke meja, tangannya ia ketukkan dikepala, ternyata pria itu seorang criminal, pantas uangnya banyak pikirnya., Hasan bangun dar kursinya dan bergerak hendak pulang.
“Hehhh, Balek Kita Li, baru nak ngayal dah kena tampar kenyataan, kalo yang Nampak indah itu kadang tidak seindah kenyataannya,”
Tampa bicara lagi Ali seruput minumannya yang setengah itu, sambil bergegas menyusul Hasan yang ngeloyor meninggalkannya.
“Eh san, san, minum belum bayar tu, eh san!
“Hutang dulu bilang sama koko tu,”
Ali tepuk dahi.
“Alamak,”
11/10/23 11.21
0 comments:
Posting Komentar